Orang Indo di Belanda bermain Indo-rock atau keroncong? Itu sudah biasa. Tapi Dangdut? Bahkan merekam suara Inul Daratista yang belum lagi ngetop saat itu, Apalagi merilis album? Itu hanya dilakukan oleh Bule Dangdut.
“Sepertinya Bule Dangdut adalah band bule pertama dan satu-satunya di Belanda,” ungkap Patrick Kerger, sang gitaris, saat bertemu penulisAwalnya pertemuan itu untuk membahas 21st Rock n Roll, album terbaru Tjendol Sunrise, band Patrick sekarang, hasil kolaburasi dengan Andy Tielman. Diskusi mengalir, dan Bule Dangdut pun dibahas.
Dangdut Bule adalah Haroen Berghuis (vocal, gitar, drum track), Peterbas Schutte (Keyboards, drum track), Patrick Kerger (gitar utama), dan Marc Doornweerd (Bas). Dua yang terakhir ini lantas membentuk band bergenre indo-rock, Tjendol Sunrise pada 2000.
Album pertama, Awet Muda, direkam di Amsterdam, 1999, dan Pasar Malam menjadi sasaran pemasaran. Sampulnya adalah wayang golek dan gitar Fender Stratocaster. Album ini berisi lagu-lagu dangdut yang sudah terkenal di tanah air yang di sampulnya dikomentari mereka secara singkat dan jenaka. Benang Biru dari Fazal Dath diceletuki sebagai “als ikke merindu”, dan Lebih baik sakit Gigi diberi catatan “daripada dangdut asli lebih baik dangdut bule ini”. Lagu lainnya adalah Bule Bule (Fazal Dath), Kata Pujangga (Rhoma Irama), dan tentu saja Awet Muda (Rhoma Irama). Nuansanya agak berbeda dengan dangdut pada umumnya. Suara Haroen yang yang kental dengan cara bicara bule yang seolah tertahan serta nuansa padang pasir semacam gambus adalah salah satu ciri yang menonjol. Rindu Menanti, misalnya, diramu lebih akustik dan santai. Benang Biru disisipi dengan nada pentatotik Sunda dan duet gitar melodi. Penantian dari Mansyur S digarap dengan agak bossanova.
Di ajang Pasar Malam, pesta budaya campuran Indonesia dan kolonial Belanda, mereka mendapatkan banyak penggemar. Salah satunya adalah Reggie Tielman, satu dari dua anggota The Tielman Brothers yang hingga sekarang masih hidup dan mukim di Slotermeer, Amsterdam, dan kini sakit-sakitan.
Di album terakhir, Belandut (2001), mereka menemukan bintang baru: Inul Daratista. “Mungkin, kami adalah orang pertama yang membuat rekaman Inul. Saat itu dia belum terkenal dan belum membuat album,” ungkap Patrick. Bahkan, untuk kepentingan publikasi di sampul belakang dipajang foto Inul dan Haroen dan diberi judul Haroen Berghuis & Inoel Daratista in "De Bronnen van de Liefde.”Saat itu banyak orang yang suka. Pihak Pasar Malam di Den Haag meminta kami mencari seorang penyanyi dangdut, “ungkap Patrick. Kebetulan, saat itu, Inul sedang manggung di Pasar Malam. “Maka, kami pun merekam suaranya sebelum ia manggung”. Caranya cukup sederhana: Inul van Soerabaja mendengarkan aransemen mereka dari headphone, dan langsung direkam. Dua lagu itu bertajuk Sungguh Sayang dan Bisik Tetangga dan direkam pada Juni 2000, setahun sebelum album ini rampung.
Dangdut Bule adalah Haroen Berghuis (vocal, gitar, drum track), Peterbas Schutte (Keyboards, drum track), Patrick Kerger (gitar utama), dan Marc Doornweerd (Bas). Dua yang terakhir ini lantas membentuk band bergenre indo-rock, Tjendol Sunrise pada 2000.
Album pertama, Awet Muda, direkam di Amsterdam, 1999, dan Pasar Malam menjadi sasaran pemasaran. Sampulnya adalah wayang golek dan gitar Fender Stratocaster. Album ini berisi lagu-lagu dangdut yang sudah terkenal di tanah air yang di sampulnya dikomentari mereka secara singkat dan jenaka. Benang Biru dari Fazal Dath diceletuki sebagai “als ikke merindu”, dan Lebih baik sakit Gigi diberi catatan “daripada dangdut asli lebih baik dangdut bule ini”. Lagu lainnya adalah Bule Bule (Fazal Dath), Kata Pujangga (Rhoma Irama), dan tentu saja Awet Muda (Rhoma Irama). Nuansanya agak berbeda dengan dangdut pada umumnya. Suara Haroen yang yang kental dengan cara bicara bule yang seolah tertahan serta nuansa padang pasir semacam gambus adalah salah satu ciri yang menonjol. Rindu Menanti, misalnya, diramu lebih akustik dan santai. Benang Biru disisipi dengan nada pentatotik Sunda dan duet gitar melodi. Penantian dari Mansyur S digarap dengan agak bossanova.
Di ajang Pasar Malam, pesta budaya campuran Indonesia dan kolonial Belanda, mereka mendapatkan banyak penggemar. Salah satunya adalah Reggie Tielman, satu dari dua anggota The Tielman Brothers yang hingga sekarang masih hidup dan mukim di Slotermeer, Amsterdam, dan kini sakit-sakitan.
Di album terakhir, Belandut (2001), mereka menemukan bintang baru: Inul Daratista. “Mungkin, kami adalah orang pertama yang membuat rekaman Inul. Saat itu dia belum terkenal dan belum membuat album,” ungkap Patrick. Bahkan, untuk kepentingan publikasi di sampul belakang dipajang foto Inul dan Haroen dan diberi judul Haroen Berghuis & Inoel Daratista in "De Bronnen van de Liefde.”Saat itu banyak orang yang suka. Pihak Pasar Malam di Den Haag meminta kami mencari seorang penyanyi dangdut, “ungkap Patrick. Kebetulan, saat itu, Inul sedang manggung di Pasar Malam. “Maka, kami pun merekam suaranya sebelum ia manggung”. Caranya cukup sederhana: Inul van Soerabaja mendengarkan aransemen mereka dari headphone, dan langsung direkam. Dua lagu itu bertajuk Sungguh Sayang dan Bisik Tetangga dan direkam pada Juni 2000, setahun sebelum album ini rampung.
Mereka bahkan membuat lagu khusus sebagai pengantar: Lebih baik Inoel. berdurasi semenit dan hanya berisi vocal dan a capella dan pengantar dari Inul: “Masih bersama Dangdut Bule untuk Anda semua, saya akan berduet dengan Mister Haroen…”.
Tamu lain adalah Age Nebiish Klesmer Orkest di tembang Gadis Hindia. Di album kedua itu, mereka sudah merekam lagu-lagu karangan sendiri, yang sebagian besar digarap oleh Berghuis. Di antaranya Huil iet Meer, dan Schral onvruchtbaar Zand. Untuk Huil niet Meer, lagi ini tercipta atas permohonan DJ Babba dari London. Album kedua ini diperkuat pula oleh Maxim van Wijk, penggebuk perkusi.
Latar belakang budaya Indo dan letak geografis yang jauh dari asal dangdut membuat racikan Dangdut Bule bereksperimen dan menciptakan genre hibrida. Sayang, band itu tak bertahan lama. Kini, albumnya menjadi harta karun bagi kolektor benda budaya langka. Dan saya beruntung mendapatkan keduanya.(Ekky Imanjaya, pengamat Indo-rock, Amsterdam)
Dimuat di Majalah Trax edisi Desember 2008
No comments:
Post a Comment