Tanya (T): Tuh
kabarnya Jokowi banyak ngaconya sekarang. Kecewa dong milih dia?
Jawab
(J): Kalau saya ditanya apakah kecewa
dengan kepemimpinan Jokowi yang lemah dan banyak cacatnya, saya kecewa. Dan sebagai
rakyat biasa, saya harus mengkritisi Jokowi atau siapa saja yang memimpin Negara
ini. Tapi saya tidak pernah kecewa memilih dia.
T:
Kok bisa? Kan ente salah pilih?
J:
Saya tidak pernah merasa salah pilih. Saya
merasa saya memilih yang terbaik dari dua pilihan itu. saya bangga menghentikan
Prabowo untuk melangkah sebagai presiden Indonesia. Bagi saya, kecewa dengan langkah Presiden Jokowi tidak
berhubungan dengan kecewa salah pilih. Bisa keduanya, tapi tidak dengan saya.
T:
berarti tidak konsisten dong?
J:
bagi saya, dan seringkali saya katakan, sekarang sudah bukan jamannya pilpres. Jadi,
tidak usah berdebat yang kontraproduktif antara pro jokowi, anti jokowi, pro
prabowo, anti prabowo. Itu masa sudah lewat. Sekarang adalah masanya kembali
menjadi warga Negara biasa (kecuali kalau memang anggota parpol tertentu). Kita lihat apakah presiden dan DPR berpihak
pada rakyat atau tidak. Kalau dianggap tidak merakyat, tidak adil, dll, kita
sikat, tidak pandang bulu apakah dari kubu Jokowi atau Prabowo. Yang ada
sekarang adalah pro-rakyat atau tidak.
T:
tapi itu, banyak yang beredar kalau saya tidak salah pilih
J:
saya rasa, kita adalah manusia, bukan Tuhan, dan tidak akan pernah jadi Tuhan. Dan,
hingga sekarang, belum ada bukti dunia pararel. Tidak ada yang pernah tahu
apakah kalau PRabowo yang berkuasa akan lebih baik atau lebih buruk. Dan tidak
ada gunanya juga berdebat soal ini, karena ini masalah keyakinan, yang akan
mengembalikan kita ke jaman pilpres. Karena
kita tidak pernah tahu kalau Indonesia dipimpin Prabowo, jadi kita tidak pernah
tahu apakah kita salah pilih atau tidak. Justru, sekarang kesempatan bagi kubu Prabowo (KMP) untuk
membuktikan dirinya sebagai oposisi yang baik, silahkan berbakti dengan cara
mengkritisi pemerintah dengan menjalankan fatsoen politik.
T:
Tapi ente kecewa kan sama Jokowi?
J:
Yah, ada kecewanyalah. Tapi, saya
tekankan lagi, ini bukan era dimana kita bela atau anti seseorang mati-matian
(dengan berbagai prasangka baik dan buruknya, dan di tengah era photoshop dan
kita sebagai konsumen media yang kadang tidak verifikasi, dan rentan dengan
fitnah), atau meledek-ledek :”nyenyenyenye…tuh kan, jagoan lo payah. Jagoan gue
keren”. Bagi saya itu kekanak-kanakan. Sebaiknya rakyat biasa yang kecewa
bersinergi, daripada saling ejek. Kecewa dan nyinyir itu dua hal yang berbeda. Dan
banyak juga simpatisan dan bahkan relawan Jokowi yang sekarang mengkritisi pemerintah.
Memang sudah seperti itu alaminya,
kembali menjadi rakyat, kembali mengkritisi siapapun presidennya. Tapi bukan
berarti orang-orang yang tadinya pro Jokowi terus mengkritisi itu otomatis
salah pilih, atau otomatis nyebrang ke kubu sebelah. Pilihannya bukan on/off semacam itu. Dalam
banyak kasus, menyampaikan kritik adalah tanda sayang.