Friday 30 December 2016

Kiprah di 2016

Tahun 2016 adalah tahun duka cita. Banyak tokoh meninggal dunia. Keadaan Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan umat Islam dan keindonesiaan, tak kunjung beranjak menuju titik cerah.

Tentu saja banyak yang menggembirakan. Untuk level pribadi, kemajuan pesat anak saya, Medina Azzahra, adalah salah satunya (untuk ini, akan saya tulis di blog Medina). 

Sebagai mahasiswa S3,  dan terkait dengan tema riset saya seputar film cult, eksploitasi, dan B dari Indonesia, tahun ini saya tidak terlalu banyak berkiprah secara akademik, karena mengejar tenggat waktu pengumpulan tesis. Tapi ASEASUK adalah salah satu konperensi terbaik, dan terakhir, sebagai kandidat PhD.  Tapi, Insya Allah, tahun depan akan ada beberapa paper akademis saya yang dimuat di beberapa jurnal. Tunggu tanggal mainnya.

Sebagai penulis, saya berhasil menulis beberapa tulisan popular yang   dimuat di media besar seperti Kompas, Tempo, dan Rolling Stone Indonesia. 

Berikut adalah kiprah saya yang bisa saya sumbangkan untuk masyarakat sekitar.



16 February : diwawancarai oleh Cinema Poetica soal Kritik Film . Setelah itu, pada 30 April, CP juga memuat ulang paper lama saya seputar film cult/exploitasi Indonesia.


13 March, hadir di Indonesian Scholar Forum di Warwick University sebagai kordinator bidang Sen-Budaya-Agama.


7 Mei:  Brisik Band first performance, Trinity Center, Bristol.


18 Juni: Setelah lama tak dimuat di Kompas, akhirnya bersama Shandy Gasella saya masuk rubrik kolom di Kompas: http://findingjakasembung.blogspot.co.uk/2016/06/dimuat-di-kompas.html



28 June; Diwawancara  Radio PPI UK  Soal Integrated Box Office System.
  
29 Agustus 2016 Tulisan Pertama kali dimuat di Tempo sebagai Kontributor: 

10 September:  with Toby Reynolds, co-organized a double bill screeningsLady Terminator and Killing of Satan at The Cube Microplex for Scalarama Film Festival: 

16-19 September Co-organized a panel and presented a paper at Aseasuk  at SOAS London.  One of the best conferences I ever attended as a PhD student. and the last one as well.

3 October: Menulis soal Usmar Ismail di Rolling Stone Indonesia.

Ada satu lagi, yang paling menggembirakan tahun ini, dan sepertinya salah satu pencapaian terbesar saya selama ini. Tapi akan saya umumkan secara resmi di awal Februari.

Selamat tinggal 2016. Selamat datang 2017. Semoga doa, harapan,  dan mimpi kita semua terwujud.
Amien.

Tuesday 6 December 2016

Dangdut Rasa Londo

Orang Indo di Belanda bermain Indo-rock atau keroncong? Itu sudah biasa. Tapi Dangdut? Bahkan merekam suara Inul Daratista yang belum lagi ngetop saat itu, Apalagi merilis album? Itu hanya dilakukan oleh Bule Dangdut.

“Sepertinya Bule Dangdut adalah band bule pertama dan satu-satunya di Belanda,” ungkap Patrick Kerger, sang gitaris, saat bertemu penulisAwalnya pertemuan itu untuk membahas 21st Rock n Roll, album terbaru Tjendol Sunrise, band Patrick sekarang, hasil kolaburasi dengan Andy Tielman. Diskusi mengalir, dan Bule Dangdut pun dibahas.
Dangdut Bule adalah Haroen Berghuis (vocal, gitar, drum track), Peterbas Schutte (Keyboards, drum track), Patrick Kerger (gitar utama), dan Marc Doornweerd (Bas). Dua yang terakhir ini lantas membentuk band bergenre indo-rock, Tjendol Sunrise pada 2000.
Album pertama, Awet Muda, direkam di Amsterdam, 1999, dan Pasar Malam menjadi sasaran pemasaran. Sampulnya adalah wayang golek dan gitar Fender Stratocaster. Album ini berisi lagu-lagu dangdut yang sudah terkenal di tanah air yang di sampulnya dikomentari mereka secara singkat dan jenaka. Benang Biru dari Fazal Dath diceletuki sebagai “als ikke merindu”, dan Lebih baik sakit Gigi diberi catatan “daripada dangdut asli lebih baik dangdut bule ini”. Lagu lainnya adalah Bule Bule (Fazal Dath), Kata Pujangga (Rhoma Irama), dan tentu saja Awet Muda (Rhoma Irama). Nuansanya agak berbeda dengan dangdut pada umumnya. Suara Haroen yang yang kental dengan cara bicara bule yang seolah tertahan serta nuansa padang pasir semacam gambus adalah salah satu ciri yang menonjol. Rindu Menanti, misalnya, diramu lebih akustik dan santai. Benang Biru disisipi dengan nada pentatotik Sunda dan duet gitar melodi. Penantian dari Mansyur S digarap dengan agak bossanova.
Di ajang Pasar Malam, pesta budaya campuran Indonesia dan kolonial Belanda, mereka mendapatkan banyak penggemar. Salah satunya adalah Reggie Tielman, satu dari dua anggota The Tielman Brothers yang hingga sekarang masih hidup dan mukim di Slotermeer, Amsterdam, dan kini sakit-sakitan.
Di album terakhir, Belandut (2001), mereka menemukan bintang baru: Inul Daratista. “Mungkin, kami adalah orang pertama yang membuat rekaman Inul. Saat itu dia belum terkenal dan belum membuat album,” ungkap Patrick. Bahkan, untuk kepentingan publikasi di sampul belakang dipajang foto Inul dan Haroen dan diberi judul Haroen Berghuis & Inoel Daratista in "De Bronnen van de Liefde.”Saat itu banyak orang yang suka. Pihak Pasar Malam di Den Haag meminta kami mencari seorang penyanyi dangdut, “ungkap Patrick. Kebetulan, saat itu, Inul sedang manggung di Pasar Malam. “Maka, kami pun merekam suaranya sebelum ia manggung”. Caranya cukup sederhana: Inul van Soerabaja mendengarkan aransemen mereka dari headphone, dan langsung direkam. Dua lagu itu bertajuk Sungguh Sayang dan Bisik Tetangga dan direkam pada Juni 2000, setahun sebelum album ini rampung.

Mereka bahkan membuat lagu khusus sebagai pengantar: Lebih baik Inoel. berdurasi semenit dan hanya berisi vocal dan a capella dan pengantar dari Inul: “Masih bersama Dangdut Bule untuk Anda semua, saya akan berduet dengan Mister Haroen…”.
Tamu lain adalah Age Nebiish Klesmer Orkest di tembang Gadis Hindia. Di album kedua itu, mereka sudah merekam lagu-lagu karangan sendiri, yang sebagian besar digarap oleh Berghuis. Di antaranya Huil iet Meer, dan Schral onvruchtbaar Zand. Untuk Huil niet Meer, lagi ini tercipta atas permohonan DJ Babba dari London. Album kedua ini diperkuat pula oleh Maxim van Wijk, penggebuk perkusi.
Latar belakang budaya Indo dan letak geografis yang jauh dari asal dangdut membuat racikan Dangdut Bule bereksperimen dan menciptakan genre hibrida. Sayang, band itu tak bertahan lama. Kini, albumnya menjadi harta karun bagi kolektor benda budaya langka. Dan saya beruntung mendapatkan keduanya.(Ekky Imanjaya, pengamat Indo-rock, Amsterdam)

Dimuat di Majalah Trax edisi Desember 2008

Monday 14 November 2016

Semesta Harry Potter, 19 Tahun Kemudian

Resensi saya seputar buku terbaru Harry Potter, di Pabrikultur:

Semesta Harry Potter, 19 Tahun Kemudian
Harry Potter and the Cursed Child (Parts One and Two)
Penulis: Jack Thorne (berdasarkan cerita asli dari JK Rownling, John Tiffany dan Jack Thorne).
Edisi: Special Rehearsal Edition Script
Tebal: 343 halaman, hard cover
Penerbit:  Little Brown, London
Tahun: Juli 2016


Masih ingat dengan adegan terakhir di film terakhir Harry Potter  (The Deathly Hallows Part 2) lima  tahun lalu? 
Pasutri Harry dan Ginny mengantarkan anaknya, Albus,  ke peron 9 ¾ di stasiun King’s Cross, London. Orang-orang berlalu lalang dengan peralatan sekolah, hewan peliharaan dalam sangkar, sapu terbang, dan kostum Quidditch. Albus takut kalau dirinya dimasukkan Topi Penyeleksi  ke asrama Slytherin. Harry menghiburnya dengan pernyataan: “Albus Severus Potter. Namamu diambil dari dua kepala sekolah Hogwarts ternama. Salah satunya berasal dari Slytherin, dan dia adalah orang paling berani yang pernah ayah kenal”. Dan di dalam kereta api Hogwarts Express itu, dia duduk berhadapan dengan Rose "Rosie" Granger-Weasley, sepupunya. Bagaimana kelanjutannya?
Harry Potter and the Cursed Child adalah jawabannya. Dan, rupanya, sungguh tak mudah menjadi anak seorang penyihir terkenal sejagad.  Albus, tak seperti James abangnya,   tidak punya talenta ilmu sihir seperti ayahnya, dan berkawan dengan anak paling tidak tidak disukai karena reputasi orang tuanya, Scorpius  Malfoy, yang saat di kereta api duduk di sebelahnya. Belum lagi ada gosip yang bilang kawan akrabnya itu adalah anak haram You Know Who. Dan dia masuk Slytherin, pula!
Albus merasa ada semacam tekanan sosial yang seolah mewajibkannya sekeren dan “sesempurna” sang ayah, dan karenanya ia menjadi sangat kritis, akhirnya,  menyebalkan di mata bapaknya.   Harry Potter--kini  37 tahun dan ayah dari James, Albus dan Lily -- tak kepalang bingungnya menghadapi anak keduanya ini. Anaknya ini begitu memberontak dan selalu melawan sang ayah. Selamat datang di dunia Harry Potter, 19 tahun setelah Lord Voldemort dikalahkan.
Fokus cerita adalah seputar pencarian mesin waktu bernama Time Turner. Amos Diggory yang sudah renta, memohon pada Harry ,  yang bekerja di  Kementerian Sihir, untuk mengembalikan nyawa Cedric  anaknya lewat Time Turner, sebuah benda yang belum jelas keberadaannya dan, harusnya,  secara resmi semuanya sudah dihancurkan oleh Kementerian Sihir (ada yang bisa tebak, siapa Menterinya?). Maka, Albus, Scorpius dan Delphini Diggory, keponakan Amos yang sudah menjadi wanita muda, pun bertualang  mencarinya.
Sekali lagi, kita disuguhi dengan alam reka-percaya Harry Potter, lengkap dengan mantra sihir seperti alohomora dan  Lumos. Tak hanya itu, mengingat inti dari cerita ini adalah pencarian  mesin waktu, maka penggemar HP pun diajak kembali memasuki ke peristiwa-peristiwa penting dalam hidup Harry Potter, yang sebaiknya  tak terlalu diungkap dalam tulisan ini demi menjaga keasyikan membaca. Karena ini persoalan mencari Cedric, Turnamen Triwizard adalah salah satunya (masih ingat Dumstrang Institute dan Beauxbatons Academy of Magic?). Nostalgia pembaca (dan penonton)  adalah target utama pemasaran buku ini, yang kebetulan diterbitkan nyaris serentak dengan pentas teaternya di West End (London) pada ulang tahun Harry (31 July).  Kita akan melihat perkembangan karakter Harry, Hermione, Ron, Ginny dewasa.
Sementara, generasi kedua mereka  “menikmati” (sebenarnya “menikmati” bukanlah kata yang tepat untuk menjelaskannya) masa-masa saat Snape dan Voldemort, juga Dumbledore dalam bentuk lukisan bergerak,  masih hidup, dengan cerita dan plot alternatif “bagaimana kalau”. Salah satunya, bagaimana gelapnya kediktatoran Voldemort saat di dunia dimana ia berkuasanya, dan bagaimana perlawanan bawah tanah menghadapinya. Yang terakhir ini, bagi sebagian orang, barangkali bisa dijadikan tamsil dan  juga prediksi paska kemenangan Donald Trump  (yang oleh banyak orang acap diasosiasikan mirip-mirip dengan “The Dark Lord”).  
Buku    ini   berbeda dengan karya JK Rowiling sebelumnya. Formatnya berbentuk skenario, karena memang skenario asli dari pentas Harry Potter and the Cursed Child Part One and Two. Mungkin, bagi sebagian pembaca, pada mulanya tidak terlalu mengasyikkan membaca kisah-kisah ini dalam format skrip. Namun, lama kelamaan juga akan terbiasa, dan akan membayangkan adegan-adegan di dalam buku sesuai fantasi masing-masing.  Dan jika sudah asyik masyuk, kita akan bisa membacanya dalam hitungan hari bahkan jam. Dan, semakin sedikit kita mengetahui cerita dan plot buku ini, semakin baik, karena ada banyak kejutan di dalamnya.
Pada awalnya, sebagian pembaca juga akan kebingungan menghapal karakter-karakter baru, karena sebagian dinamai dengan nama-nama karakter lama. Misalnya Albus Severus Potter yang berasal dari nama Dumbledore dan Snape. Atau James Sirius Potter, sang abang, yang diambil dari nama kakek dan kakek permandiannya.
Hal lain yang patut dicatat adalah pasar buku ini yang sempit dan menargetkan pembaca yang sudah menguasai pengetahuan trivia dari semesta Harry Potter, misalnya Hogsmead, Forbidden Forest,  atau Privet Drive di dunia muggle. Bagi yang bukan penggemar setia buku atau filmnya, perlu beradaptasi dengan kejadian, istilah, nama-nama karakter, dan konteks cerita  yang pernah muncul dalam 7 buku sebelumnya.
2016 merupakan tahun kembalinya Harry Potter. Studio Harry Potter di daerah kini dilengkapi dengan kereta api Hogwarts Express dan bisa makan malam di aulanya dengan membayar harga yang cukup mahal.  Pentasnya laris manis dan tiketnya laku ribuan lembar dan sulit didapat.  Dan menimbulkan debat karena Hermione berkulit hitam.   Dan November  ini beredar pula  film Fantastic Beasts and How to Find Them, yang mengambil setting 1926 alias 70 tahun sebelum serial Harry Potter dimulai.
Cursed Child, janji JK Rowling, adalah kisah terakhir dunia Harry Potter, walau film Fantastic Beast disinyalir akan dirilis dalam beberapa serial film.
Jadi, siapa dan bagaimanakah si Anak Terkutuk? Silahkan baca sendiri buku ini.  Selamat datang di semesta Harry Potter, 19 tahun kemudian.

Thursday 27 October 2016

Blessed Are The Strangers – the story of a convert Muslim community

Blessed Are The Strangers – the story of a convert Muslim community: Nafees Mahmud is a 5Pillars & RT UK journalist. You can follow him on Twitter @NxMahmud   Blessed Are The Strangers is a new documentary which tells the inspiring story about a group of Muslim converts in Norwich. Nafees Mahmud says it reveals some uncomfortable truths about the state […]



<-- About community of Ihsan Mosque, Norwich, UK

Friday 2 September 2016

What Happened in Amsterdam (apparently did not) Stay in Amsterdam

About 9 years ago, early August 2007, I flew to Amsterdam to start my Master study at Universiteit van Amsterdam, until the end of August 2008.
I met great  people there, including Indonesia's Koestraat gang and Meer en Vaart house-mates.
Of course perfection was not our main aim. We just wanted to have fun and keep sane (while having salient problems of chapters and other issues. So, please mind our imperfection.

These are some videos showing what happened in Amsterdam in my Holland years:
1. Crea session:  Clock- Coldplay




2. Crea Session 2:  Wonderful tonight



3. Osdorp session: Nothing Else Matter


4.  Crea session: November Rain


5.  Osdorp sesion: Redemption Song


6. Osdorp session: Donna Donna
7.  Ordorp session: Suci dalam Debu:


8.  Meer en Vaart: Oh Darling



9. Crea: Trouble - Coldplay



10. Osdorp: One




And, in addition, i also pursued my other dream, to make a documentary on  
Andy Tielman, the frontman of The Tielman Brothers.
Deleted Scene:
Pasar Malam Besar 2008, Den Haag




1. The Tielmans Part 1



2. The Tielmans Part 2





After returning to Jakarta, i got at least 2 unfinished songs in my mind.
1. Amsterdam Blues


2. Bidadari Cinta:


Wednesday 10 August 2016

Jika Bertikai dengan Landlord Soal Pengembalian Deposit Rumah

Pindahan rumah di Inggris tidak selamanya mulus. Ada kalanya landlord (bapak kos) atau landlady (ibu kos). Kadang, mereka minta deposit kita dipotong dengan jumlah yang fantastis. Kadang ada saja kesalahan yang mereka lihat, dan dikaitkan dengan kontrak awal kita.
Saya pernah mengalami hal seperti ini. Untuk mencegah hal ini terjadi lagi, atau jika sedang mengalami masalah ini, berikut kiat dari saya:

1.       Baca hak dan kewajiban kita baik-baik di kontrak sewaktu pertama kali pindah ke rumah itu, dan sesaat sebelum pindahan.
2.       Jika di hari kita pindah, landlord minta anu itu, jangan langsung diputuskan setuju. Karena kita punya hak untuk menunda kesepakatan deposit mau dipotong berapa.
3.       Jika ada yang dituduhkan (misalnya, kasurnya  ada noda, dan minta ganti), kita ikut cek, kalau perlu difoto. Kalau perlu, ada saksi. Tapi agak susah memang kalau hari itu kita benar-benar pindah dan mengosongkan rumah, karena kita sudah pusing dengan berbagai urusan printilan pindahan.
4.       Berbagai tagihan yang diklaim mereka, kita minta bukti tanda terimanya. Berbagai elemen yang mereka bebankan ke kita, kita cek lagi apakah memang benar-benar ada di dalam kontrak.
5.       Di Inggris, setiap  ngontrak rumah, kita diminta memberikan deposit di muka, dengan harga bervariasi (mulai dari sekian puluh persen dari harga hingga 2 bulan kontrak). Biasanya deposit ditaruh di sebuah perusahaan. Kalua ada pertikaian, ada skemanya untuk memberitahukan  kepada mereka bahka kita sedang bermasalah, agar deposit tidak segera ditransfer ke landlord. Tapi ini ada batas waktunya, misalnya hingga 3 bulan setelah mengosongkan rumah.
Misalnya, saya waktu itu pakai MyDeposits: kalua insurance based, ini panduannya: https://www.mydeposits.co.uk/tenants/raise-a-dispute/
6.       Ada baiknya menghubungi citizens advice center di kota masing-masing untuk memikirkan langkah selanjutnya dalam berdiskusi dengan landlord. Mereka lebih tahu untuk konteks Indonesia dari kita. Print semua bentuk komunikasi kita dengan landlord selama ini sebagai bukti. Di Bristol ada Citizens Advice Bristol: https://www.bristolcab.org.uk/
7.       Kita juga bias search berbagai nasihat secara online di Citizens Advice itu: https://www.citizensadvice.org.uk/resources-and-tools/search-navigation-tools/Search/
8.       Jika landlord tidak menjawab email kita selama beberapa lama, tanya ke advice center, dan bikin surat yang diposkan. Ini namanya Letter Before Action.  Dan landlord wajib menjawabnya. Berikut panduan membuat suratnya, termasuk apa saja yang harus ditulis di sana.  https://www.citizensadvice.org.uk/consumer/going-to-court/going-to-court/taking-court-action/step-one-write-a-letter-before-action/
9.       Kalau landlord sudah menurunkan tuntutan, jangan tetap ngotot agar tuntutan kita dipenuhi sepenuhnya. Kita tanya advisor dulu. Karena, boleh jadi harga yang ditawarkan itu masuk akal dan hal yang lazim.

10.   Kalau Cuma beda 40-50 pounds antara tuntutan mereka dan harapan kita, kita kasih saja. Karena kalau ke pengadilan ongkosnya jauh lebih mahal.
11, City Council juga punya layanan dan info soal tenancy. misalnya di sini: https://www.bristol.gov.uk/housing/tenant-participation-resources-for-tenants


Beberapa link bermanfaat lainnya: http://www.landlordlawblog.co.uk/2014/08/06/if-you-want-free-tenant-legal-advice-here-are-15-places-you-can-get-help/

Semoga kita terhindar (lagi) dari hal sedemikian. Karena hal ini benar-benar menguras energi, pikiran dan waktu.



Wednesday 3 August 2016

Meet the Tielmans : (Kisah Pertemuanku dengan Andy Tielman dan Keluarga,8 Tahun Lalu)

Meet the Tielmans

3 August 2008 at 16:35

Catatan: Kenangan 8 tahun lalu saat bertemu dengan Andy Tielman sekeluarga.


Gadis berusia 12 tahun itu memeluk ibunya. Sang ibu membelai-belai rambut anaknya, di belakang panggung Pasar Malam Steenweijk , Belanda. Tiba-tiba Loraine Jane, nama gadis imut itu, menoleh ke arahku, dan menitikkan air mata. Aku yang sedang merekam kejadian itu terkejut, dan langsung mematikan handycam sederhanaku. “Apa yang tengah terjadi?” tanyaku dalam hati. Dalam hitungan detik, sang ibu menghampiriku (dan membuatku makin bertanya-tanya, “apakah ini salahku?”. Carmen, sang ibu, menjelaskan situasi itu:”Tahukah kenapa Loraine menangis? Dia melihatmu dan ingat akan orang-orang di Jakarta yang amat baik kepadanya selama 10 hari kami di sana”. Mereka sekeluarga memang baru tiba dari Jakarta untuk konser di Jakarta Rock Parade. Aku mengangguk-angguk, awalnya, dan berkata, “so sweet…”. Carmen menegaskan lagi:”Don’t you get it? Itu karena KAMU mengingatkannya pada mereka”. Ah, aku jadi makin terharu mendengarnya.

Demikianlah keluarga inti Andy Tielman. Andy, Carmen, Loraine Jane, sangat ramah kepada saya. Saat itu saya ke sana dalam rangka mengambil gambar untuk film dokumenter mengenai Pak Andy, juga membahas beberapa kesepakatan mengenai itu. Saat mengetahui bahwa saya menempuh jarak lebih dari 2 jam untuk ke festival sederhana itu, Carmen berujar: “Wah, sayang sekali, kita pulang ke arah yang berbeda. Dusseldorf yang berjarak 2 jam dari sini. Kalau satu arah, kamu bisa menumpang kami”. Dia juga memberikan DVD live Pak Andy di Scheveningen tahun 2004 dan CD terbarunya bersama Tjendol Sunrise, 21st Century Rock (yang sudah saya incar sejak Pasar Malam Besar akhir Mei lalu tapi saya tak kuasa membeli karena terlalu miskin). Ia juga memberikan koin konsumsi kepada saya untuk makan malam. "Setidaknya, ini yang bisa kami lakukan, jelasnya".

Pak Andy sendiri tak jauh berbeda. Dengan ramah, ia berbicara kepada saya dan kepada siapa pun. Tak terlihat jarak antara dia dengan penggemarnya yang selalu memintanya berfoto, tanda tangan, atau sekadar menyapa. Sejak ia menelpon saya dua hari sebelumnya, dan hingga saat bertemu sore itu, dia selalu berbicara betapa orang-orang di Indonesia bersifat ramah dan baik kepadanya dan keluarganya. Padahal ia Cuma 10 hari di Jakarta dalam rangka Jakarta Rock Parade. “Band-band muda di Indonesia bagus-bagus!”, katanya. Ia juga membanggakan bermain bersama Awan (Sore), Emil (Naif), dan David Tarigan, sambil memperlihatkan foto dan tulisan soal itu di berbagai media, di antaranya Kompas dan Rolling Stone Indonesia. Salah satu tajuknya:” Andy TIelman Meraja”. “Saya benar-benar tidak menyangka ditonton delapan ratus orang, dan semuanya anak muda!” ungkapnya. “Usia saya sudah tinggi, tetapi saya masih begitu dihargai!”. “Tentu saja, karena Pak Andy kan legenda hidup,” jelas saya. Ia pun menyatakan senang bertemu dengan musisi muda, juga wartawan-wartawan musiknya. “Tolong kalau ada tulisan-tulisan tentang saya di Media di Indonesia, minta kirim ke saya, ya?” katanya.

Pak Andy pun menjelaskan bahwa, dengan band yang sama, ia akan kembali menggelar tur di beberapa kota Indonesia. “Kamu kerjasama saja dengan mereka. Coba kontak mereka untuk kepentingan film dokumentermu. Siapa tahu ada jalan untuk mencari sponsor,” sarannya. Memang, walau masih belum terbayang soal pendanaan, tapi saya nekad terus merekam sepak terjang penerima Orde of Nassau dari Ratu Beatrix atas jasanya mengembangkan musik pop di Belanda itu. Dan Pak Andy begitu perhatian soal ini. “Sayang kalau cuma menjadi film kecil,” katanya.

Pak Andy sekeluarga benar-benar terkesan dengan publik Jakarta. Bahkan kota Jakarta yang sumuk dan macet itu begitu dinikmatinya. “Belanda sekarang panas. Kalau di Jakarta kan dimana-mana ada pendingin,” ujarnya. “Kita jalan-jalan ke Senayan City, Blok M Plaza, menyenangkan. Dan makanannya, semua serba murah,” kata Carmen.

Atas dasar itulah (silahkan disimak baik-baik) dia menyatakan berminat untuk tinggal di Indonesia minimal setahun, kalau perlu lima tahun. “Saya akan berbicara dengan Pak Dubes. Pak Agum Gumelar, ayah Zeke, sudah membantu menghubungkannya”, ujarnya. “Iya, Pak, Loraine sekolah di SD-nya Obama…” seloroh saya, sambil menyeruput soto Madura yang rasanya mirip soto Betawi. Apalagi waktu saya bilang soal proyek solidaritas musik yang diposting Adib Hidayat di Multiply dan Facebook. “Saya seharusnya berada di Jakarta,” tegasnya. “Kalau pak dubes bersedia, dibantu oleh tulisan dari media, dan juga permintaan anak-anak muda, mungkin harapan saya ini akan tercapai,” katanya. “Langsung saja todong ke pak Dubes waktu manggung 17 Agustus di KBRI, pak!” kata saya, memberi saran. Bagi saya, pernyataan penting ini harus saya kabarkan di sini. Mungkinkah ada jalan?

Pak Andy juga ingin bertemu dengan Ahmad Albar, musisi Indonesia yang 8 tahun berkarir di Belanda. “Dia sudah keluar dari penjara, kan? Sedang apa dia sekarang?” tanyanya.

Pukul 23 lewat. Saya harus mengejar kereta terakhir ke Amsterdam. semua urusan sudah dibicarakan. Saat terakhir saya merekamnya, Pak Andy masih saja berucap:”Jangan lupa kirim salam buat teman-teman, ya?”.

**

Ternyata perjalanan saya ke dan dari Steinweijk ini begitu penuh aral. Awalnya, dari Amsterdam seharusnya saya overstappen di Amersfoort , dan pindah kereta langsung ke Steinweejk arah Leeuwarden. Namun, dari Amersfoort saya harus ke Zwolle baru kemudian ke tujuan akhir. Tapi tak apa. Begitu tiba di kota kecil itu, hati saya terobati. Kota yang sederhana, dan rumah-rumahnya bernuansa art-deco—dan di kota metropolitan macam Amsterdam, susah sekali menemukan bentuk rumah, biasanya penduduk tinggal di flat-flat bersahaja; atau sekalian gedung megah dan tinggi—dan asri. Ketemu dengan keluarga Tielmans juga sebuah kebahagiaan spiritual sendiri, apalagi dengan hasil-hasil yang memuaskan. Ditambah bonus, saya ketemu (dan minta tandatangan di CD-nya, tentu saja) dengan Riem de Wolff dari Blue Diamonds.
Masalah terbesar adalah sewaktu pulang. Di kota kecil macam Steinweijk, kereta api tidak berjalan 24 jam. Saya ketinggalan kereta menuju Amersfoort, dan satu-satunya yang ada hanyalah ke Zwolle. Maka, saya pun naik. Sialnya, di Zwolle, sudah tidak ada kereta sama sekali. Waktu menunjukkan pukul 12.30 saat saya tiba di Zwolle, dan kereta berikutnya beranjak pada 05.15. Saya pun mencari hotel terdekat, untuk sekadar numpang tidur. Namun, apadaya, setelah 15 menit berjalan di kegelapan malam dan sepinya jalan, petugas hotel menolak saya hanya dari sebuah loadspeaker dan hanya beberapa kata.”Ada yang bisa saya bantu? Sudah penuh! Sudah tutup!”. Walhasil, saya pun menginap di stasiun kereta. Untunglah tiap jam ada petugas stasiun berseragam kuning yang lalu lalang, dan ada seorang pengendara sepeda dengan banyak perabotan yang juga menginap di samping saya. Ya sudah, saya nikmati saja, sambil melahap buku Deep Time of the Media: Toward an Archaeology of Hearing and Seeing by Technical Means dari Siegfried Zielinski—sebuah buku seputar Arkeologi Media dan Variantologi yang luar biasa mencerahkan.

Begitulah. Pukul 05.15 saya masuk kereta pertama, dan tiba di Amsterdam Centraal pukul 07.00. sebuah pengalaman yang berharga dan begitu mahal (mengingat tiket pulang saya hangus dan harus beli lagi). Tapi semuanya tertebus!

Tuesday 19 July 2016

Pendidikan Anak di Inggris

Di Inggris, anak dari umur 3 tahun (playgroup), 4 (reception) hingga year 9 gratis, kalau di sekolah negeri.  bua cari tahu yang dekat rumah atau mutu sekolah, cek angka ofsted-nya. misalnya di sini: http://dashboard.ofsted.gov.uk/ 

Kalau anak di bawah 3 tahun, bisa ke penitipan anak (day care atau Childcare), tapi bayar. dan cukup mahal.
Dan kadang, kalau ada acara, ada tempat penitipan anak (creche).

Di UK,  kode pos sangat penting buat cari rumah, sekolah, dll. Jadi, kalau mau cari online, masukkan kode pos rumah buat cari yang dekat2. Kalau tak salah, di Google Maps ada informasi juga untuk sekolah.

Untuk pendidikan Islam di Bristol, ada Andalusia Academy, seksi anak di DALMO,  dan BTIT.  Cek di sini juga

Saturday 9 July 2016

Lebaran 2007: Presentasi di Kampus, Amsterdam.

Pertengahan Agustus 2007, saya tiba di Amsterdam untuk persiapan kuliah master di Universiteit van Amsterdam yang akan dimulai awal September. Saat awal perkuliahan, sudah ada diskusi soal jadwal presentasi. Saya memilih 12 Oktober.
Tanpa saya sadari, itu adalah hari raya Idul Fitri. Dan, sepertinya sudah tak bisa diubah lagi.
Maka, jadilah saya presentasi di hari Lebaran, sekitar pukup 9 pagi. Artinya, saya melewatkan momen Shalat Ied dan silaturahim di Masjid Indonesia dekat flat saya (Osdoorp).
Tapi saya tak melewatkan makan-makan bersama gang Koestraat di rumah mas Irwan dan Mbak Debby di daerah pusat kota.

Saya ingat, presentasi saya tentang Ear dan berhubungan dengan film Mukhsin karya Yasmin Ahmad. Presentasi itu saya tulis ulang dan dimuat di RumahFilm.org.


Thursday 7 July 2016

Lima Hal Seputar Lagu “Hari Lebaran” Karya Ismail Marzuki

“Minal Aidin wal Faizin,
Maafkan Lahir dan Batin,
Selamat Para Pemimpin,
Rakyatnya makmur terjamin”.

Lirik lagu di atas adalah refrain dari lagu “Hari Lebaran” karya Ismail Marzuki. Lagu yang popular di era 1950an oleh Lima Seirama  ini masih tetap terkenal hingga di era sekarang. Apa saja hal-hal menarik tentang lagu ini?
1.      Minal Aidin = Maaf Lahir Batin?
Setiap mau Hari Raya Idul Fitri, banyak orang yang memperingatkan bahwa “Minal Aidin” itu bukanlah bermakna “Maaf Lahir Batin”.  Juga ada yang sibuk menerangkan bahwa saling memaafkan di Hari Raya tidak lazim di banyak tempat, dan hanya terjadi di Indonesia (dan juga Malaysia).  Biasanya, dianjurkan untuk mengucapkan “Taqabballallu Minna Wa Minkum” (Semoga Allah menerima <Ibadah> kami dan kalian). Dalam tradisi lainnya, ada ucapan “Eid Mubarak” atau “Eid Said” (Selamat Hari Raya), dan “Kullu ‘Amin Wa Antum Bikhoirin” (Semoga Kita mendapatkan kebaikan sepanjang tahun”.

Tentu saja, “Minal Aidin” adalah juga bagian dari doa Hari Raya, yang intinya adalah mendoakan “Semoga kita semua termasuk dalam golongan yang kembali (ke fitrah) dan mendapatkan Kemenangan (Takwa)”.  Doa ini, kabarnya,  pertama kali diucapkan oleh   seorang penyair pada masa keemasan Andalusia,  Shafiyuddin Al-Huli. Ucapan ini, dan juga tradisi saling memaafkan, masih bisa diperdebatkan, tapi saya berpendapat bahwa ini bersifat kultural, seperti ucapan Kullu Amin atau Eid Mubarak.
Lepas dari perdebatan di atas, saya menduga, lagu ini adalah yang turut mempopulerkan dan/atau menangkap jiwa zaman 1950an istilah “Minal Aidin Wal Faizin, Mohon Maaf Lahir Batin”,  yang sekarang lazim diucapkan saat Idul Fitri di bumi nusantara.

2.      Termasuk Paling Banyak Didaurulang
Lagu ini sangat terkenal, bahkan hingga ke negeri jiran. Malaysia. Seniman terbesar negeri itu, P Ramlee menyanyikan lagu ini di tahun 1977, dengan sedikit  penyesuaian lirik berdasarkan Bahasa Melayu (“Maafkan Zahir dan Batin”, misalnya). Lagu ini juga turut mempopulerkan istilah “Lebaran”, yang khas Jawa,” di sena, yang sebelumnya hanya mengenal “Aidil Fitri”. (https://www.youtube.com/watch?v=hazmjUUTy1M).


Di Indonesia, banyak yang menyanyikannya lagi. Penyanyi cilik Tasya Kamila juga menyanyikannya juga  di akhir 1990an (https://www.youtube.com/watch?v=QgtqmNPoX8E).  


Belakangan, Gita Gutawa juga mendendangkannya, 2013 (https://www.youtube.com/watch?v=OtaJ1N_DvYs  ).

3.      …Namun, Sedikit yang Memasukkan Lirik Bagian  ketiga.
Ismail Marzuki, yang orang Betawi asli, memperlihatkan kelihaiannya menulis lirik yang tajam dan kritis, namun jenaka,  dalam memandang fenomena sosial. Berikut bagian kedua dan ketiganya:

“Dari segala penjuru mengalir ke kota
Rakyat desa berpakaian baru serba indah
Setahun sekali naik terem listrik perei
Hilir mudik jalan kaki pincang sampai sore
Akibatnya tengteng selop sepatu terompe
Kakinya pade lecet babak belur berabe

Maafkan lahir dan batin, ulang taon idup prihatin
Cari uang jangan bingungin, bulan Syawal kita ngawinin

Cara orang kota berlebaran lain lagi
Kesempatan ini dipakai buat berjudi
Sehari semalam main ceki mabuk brandi
Pulang sempoyongan kalah main pukul istri
Akibatnya sang ketupat melayang ke mate
Si penjudi mateng biru dirangsang si istri


Maafkan lahir dan batin, ‘lan  taon idup prihatin
Kondangan boleh kurangin, kurupsi jangan kerjain”

Di bagian kedua terlihat bagaimana Ismail meledek fenomena orang kampung merayakannya, naik tram, jalan-jalan hingga “kaki pincang”…” lecet babak belur berabe”.
Sedangkan bagian ketiga sangat aktual hingga saat ini. Dengan berani, Ismail membeberkan kelakuan orang kota yang “berjudi”, “main ceki mabuk Brandi”, “kalah main pukul istri”.
Dan lagu ini ditutup dengan pernyataan yang sangat kuat: “kondangan boleh kurangin, korupsi jangan kerjain”.

Hampir semua musisi yang menyanyikan ulang lagu ini enggan untuk menaruh bagian terakhir dari lirik lagu. Padahal, menurut saya, disitulah nilai lebih lagu ini.
Lirik lagu utuhnya marak beredar di media social sekitar lebaran 1-2 tahun lalu.

4.      Kecuali Deredia
Pada 16 Juli 2015, Deredia, band yang mengkhususkan pada music periode 1950an,  menggunggah rekaman live mereka Ke Youtube. (https://www.youtube.com/watch?v=W3V5E6awazA), dan belakangan makin tersebar di media sosial menjelang Idul Fitri. Kali ini, mereka menyanyikan liriknya secara utuh, karena, seperti terbaca di kanal mereka,  “Bagian akhir dari lagu ini sangat menarik karena masih berkaitan dengan kondisi saat ini”.


Sebelumnya, di era 1960an, Didi dan Orkes Mus Mualim atau  Kwartet DBP Mascan juga telah mendaurulang lagu ini secara lengkap (https://www.youtube.com/watch?v=FaLrRClzpV4)

5.      Termasuk Lagu Sindiran

Denny Sakrie, dalam bukunya, mengutip buku Musik Indonesia dan Permasalahannya (JA Dungga dan L Manik, 1952) yang memetakan ada 4 lagu di era revolusi. Salah satunya adalah lagu-lagu sindiran yang “…melukiskan keburukan-keburukan dalam masyarakat Indonesia di masa perjuangan”. Salah satunya adalah “Ibu, Aku Tak Sudi Tukang Catut”. Lagu jenis ini tak banyak,, dibandingkan lagu tanah air berupa mars, lagu tanah air bersuasana tenang. Dan lagu-lagu percintaan, dan  acap tak diketahui pengarangnya.
Saya kira, lagu ini, walau beredar beberapa tahun setelah era revolusi, masih termasuk dalam kategori lagu sindiran yang pedas. Dan, karena itulah, saya merasakan nuansa yang berbeda, sedikit ngenyek gaya Betawi,  saat menyanyikan bait :”Selamat para pemimpin, rakyatnya makmur terjamin”.

(Dari berbagai sumber)
Dimuat di JakartaBeat 

Tuesday 5 July 2016

Happy Eid Mubarak

Happy Eid Mubarak! Selamat Hari Raya Idul Fitri!
Taqabballallu Minna Wa Minkum. May Allah accept (our good deeds) from us and you.
May Allah Accept our Shaum (fasting), our Qiyam (night prayer), our reading of the Quran, our charitable acts and all our Ibadah (acts of worship) that we committed for the sake and pleasure of Allah SWT alone. May He enable us to adhere to the spirit and teachings of Ramadan for the remainder of the year.
May Allah forgive our sins and all our shortcomings.
Minal Aidin wal Faizin! May we be part of the people who return to Purity (Fitrah) and part of the people who are granted glory (Takwa).
To all friends, please forgive me for anything I may have done wrong in the past.


Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Eid Prayer Times for Mosques in Bristol

Assalamualaikum,

Fwd dari Pak Susila:
Berikut info shalat Eid di Bristol dan sekitarnya.
EID PRAYER TIMES FOR MOSQUES IN BRISTOL.
Eid Mubarak in advance to all from BMCS!
Please find below details of Eid prayer timings for some of the mosques in Bristol.
These were the only prayer times available to us at time of publishing.
Please also find attached a quick share guide for sharing on Messenger Apps
such as Whats App, Telegram etc.
Prayer times are listed alphabetically.
You can also view online at our website at link below:
This link above should be up to date and live by tomorrow evening.
Please contact your local Mosque for confirmation of when Eid is.
Please note for all prayers it is advisable to arrive at least half an hour
earlier than listed time.
Just in case we have two eid dates please also find below a link
with an explanation on why we sometimes
have Eid on two different days
Why Is Eid On 2 Different Days?- By Amer Jamil
.........................................................................................
DALMO (Daru-Al-Moameneen)
VENUE: The Pavilion, Baileys Court Road
Bradley Stoke, Bristol, BS32 8BH
Time: Doors will be open from 8.00 am.
Please arrive not later than 8.30am
Socialising Time:
After Khuttbah till before 11.00 am.
Food: Please ensure that you bring two sets of finger
food for the brothers and sisters areas with your plates
marked with your name on a label.
.........................................................................................

Bristol Central Mosque
VENUE: Owen Street, Easton, Bristol, BS5 6AP
First Jamaat: 9:00am (Brothers and Sisters)
Second Jamaat: 10:00am (Brothers and Sisters)
.........................................................................................
Bristol Jamia Mosque (Totterdown)
VENUE: Green Street, Totterdown, Bristol, BS3 4UB
First Jamaat: 8:00am (Brothers and Sisters)
Second Jamaat: 8:45am (Brothers and Sisters)
.........................................................................................
Easton Islami Darasgah
VENUE: Easton Islami Darasgah, Castle Green Building,
Greenbank Road, Bristol, BS5 6HE.
First Jamaat: 8:00am (Brothers and Sisters)
Second Jamaat: 9:15am (Brothers and Sisters)
Please come early, park properly and as far away from the Mosque as possible
...........................................................................................
Easton Jamia Masjid
VENUE: 66 St Mark's Rd, Bristol BS5 6JH
First Jamaat: 8:00am (Brothers Only)
Second Jamaat: 9:00am (Brothers Only)
Third Jamaat: 10:00am (Brothers and Sisters)
...........................................................................................
Faizan-E-Madina
VENUE: 577-579 Fishponds Road, Fishponds, Bristol, BS16 3AF.
First Jamaat: 7:15am
(Speech is at 7:15am. Eid prayer is at 7:45am)
...........................................................................................
Jalalabad Cultural Centre (Mosque)
VENUE: 145-149 Fishponds Road, Bristol, BS5 6PR
First Jamaat: 9:00am (Brothers and Sisters)
Second Jamaat: 10:15am (Brothers Only)
...........................................................................................
Madani Masjid
VENUE: 250 Lodge Causeway, Fishponds, Bristol.
First Jamaat: 8:00am
Second Jamaat: 9:00am
...........................................................................................
Qur'an Academy Bristol
VENUE: 26 Abingdon Road, Fishponds, Bristol, BS16 3NY
First Jamaat: 7:45am (Brothers Only)
Second Jamaat: 8:45am (Brothers and Sisters)
Third Jamaat: 9:30am (Brothers and Sisters)
..........................................................................................
Shah Jalal Jame Mosque
VENUE: 468 - 470 Stapleton Rd, Easton, Bristol, BS5 6PA
First Jamaat: 8:30am (Brothers and Sisters)
Second Jamaat: 9:30am (Brothers Only)
Third Jamaat: 10:30am (Brothers Only)
..........................................................................................
Shahporan Cultural Centre (Masjid)
VENUE: 382 Filton Avenue, Horfield, Bristol, BS7 0BE
First Jamaat: 8:30am (Brothers Only)
Second Jamaat: 9:30am (Brothers Only)
..........................................................................................
Compiled by BMCS. Times listed above are those as supplied
by organisations listed and those involved in organising of prayers.
Jazakhallahu khairun to all those that contributed.