Friday, 31 July 2020
Saturday, 25 July 2020
Nongkrong Bareng #4: Gayatri Nadya/Kolektif Film: Serba-Serbi Alternatif...
Nongkrong Bareng #4
NB: Gayatri Nadya (Kolektif Film)
Barangkali, distribusi adalah “makhluk” yang paling gelap dalam ekosistem perfilman di Indonesia. Nongkrong Bareng kali ini menampilkan Gayatri Nadya (nana) dari Kolektif Film yang berkecimpung di dunia distribusi film.
Kita ngobrol ngalor ngidul tentang bagaimana memenuhi kebutuhan penonton akan film-film di luar arusutama, termasuk film-film hasil restorasi dan film klasik lainnya. Juka terkait sirkulasi film di luar Pulau Jawa, dengan tantangannya yang berbeda-beda, khususnya di tempat-tempat yang belum ada bioskop. Yang menarik juga adalah soal peredaran film Indonesia di luar negeri, termasuk penyediaan subtitle yang juga menjadi masalah tersendiri.
Tentu saja kami membahas pengalaman Asmayani Kusrini (Bakulkultur, Belgia) bekerjasama dengan Kolektif yang melakukan penayangan rutin film Indonesia di bioskop Cinema Aventure Brussels selama setahun. Di antaranya pemutaran "Sunya", "Turah", dan "Ziarah".
Tak ketinggalan juga tentang nyaris tertundanya "Film Musik Makan 2020”, mensiasai kelambanan pengiriman film di era pandemi, dan upaya melebarkan sayap keluar komunitas dan perusahaan non-film
https://www.youtube.com/watch?v=IFZqmLxGIBA
NB: Gayatri Nadya (Kolektif Film)
Barangkali, distribusi adalah “makhluk” yang paling gelap dalam ekosistem perfilman di Indonesia. Nongkrong Bareng kali ini menampilkan Gayatri Nadya (nana) dari Kolektif Film yang berkecimpung di dunia distribusi film.
Kita ngobrol ngalor ngidul tentang bagaimana memenuhi kebutuhan penonton akan film-film di luar arusutama, termasuk film-film hasil restorasi dan film klasik lainnya. Juka terkait sirkulasi film di luar Pulau Jawa, dengan tantangannya yang berbeda-beda, khususnya di tempat-tempat yang belum ada bioskop. Yang menarik juga adalah soal peredaran film Indonesia di luar negeri, termasuk penyediaan subtitle yang juga menjadi masalah tersendiri.
Tentu saja kami membahas pengalaman Asmayani Kusrini (Bakulkultur, Belgia) bekerjasama dengan Kolektif yang melakukan penayangan rutin film Indonesia di bioskop Cinema Aventure Brussels selama setahun. Di antaranya pemutaran "Sunya", "Turah", dan "Ziarah".
Tak ketinggalan juga tentang nyaris tertundanya "Film Musik Makan 2020”, mensiasai kelambanan pengiriman film di era pandemi, dan upaya melebarkan sayap keluar komunitas dan perusahaan non-film
https://www.youtube.com/watch?v=IFZqmLxGIBA
Sunday, 19 July 2020
Selamat Jalan, Pak Sapardi
Hingga sekarang, saya masih terkagum-kagum dengan pemilihan diksi dan imajinasinya. Termasuk dalam puisi "Bunga, 1" (1975): "Bahkan bunga rumput itu pun berdusta. Ia kembang di sela-sela geraham batu-batu gua pada suatu pagi, dan malamnya menyadari bahwa tak nampak apa pun dalam gua itu dan udara ternyata sangat pekat dan tercium bau sisa bangkai dan terdengar seperti ada embik terpatah dan ia membayangkan hutan terbakar dan setelah api…." Saat saya menjadi redaktur majalah D'Maestro, pertengahan 2000an, saat menyusun pertanyaan untuk reporter saya yang ditugaskan mewawancarai SDD, saya secara spesifik menulis 1 pertanyaan seputar mengapa diksi-diksinya begitu "ajaib", termasuk pemilihan kata "geraham". Kalau tidak salah, terakhir ketemu di Dia.Lo.Gue tahun lalu. Dan baru ngeh kalau beliau produktif dalam menerbitkan buku. Saya tak sempat meminta tanda tangan atau lupa apakah pernah berfoto bersama beliau. Jadi, saya tak bisa menaruh kenang-kenangan itu di medsos. Tapi, sebagai Dekan FSUI, beliaulah yang menorehkan tanda tangan di ijasah S1 saya. Dan itu sudah cukup bagiku. Selamat jalan pak Sapardi. Pada Suatu Hari Nanti (1991) "Pada suatu hari nanti, Jasadku tak akan ada lagi, Tapi dalam bait-bait sajak ini, Kau tak akan kurelakan sendiri". (Musikalisasi oleh Ari Reda - Pada Suatu Hari Nanti) https://www.youtube.com/watch?v=1671IvrZsQU
Subscribe to:
Posts (Atom)